Dear Mozaic Friends (Sahabat yang Pernah Ada Dalam Hidupku)


Aku membalikkan wajahku dari tatapan mereka. Jatuh setetes dua tetes air bening dari mataku. Aku merasa ada yang lain. Aku merasa ada sosok yang aku katakan kawan, yang kini tatapannya menjadi lawan. Ia merasa atau tidak tentang apa yang aku pikir tentang dirinya. Aku tak tahu. Yang pasti aku lelah jadi bahan penyalur kemarahannya. Setiap kali tatapannya berubah. Ia kawan bagiku, aku selalu merelakan apa yang seharusnya diberikan seorang sahabat kepada sahabatnya sendiri. Tapi apakah dia merasakan itu juga? Apapun yang ia lakukan, aku sangat berterimakasih padanya. Karenanya, ingatanku kembali. Ingatan tentang apa, siapa, dan bagaimana sahabat-sahabatku dulu memperlakukan aku. Aku ingat ketika mereka bersedia memberikan bahu untukku menangis, menyediakan telinga untuk mendengar setiap keluh kesah yang aku rasakan. Tapi aku selalu menolak. Mungkin dulu karena aku terlalu egois. Aku terlalu gengsi untuk terlihat lemah di depan sahabat-sahabatku sendiri. Mungkin itulah sebab perpecahan kami. Tapi sejujurnya aku sangat menyayangi mereka.

Dear Mozaic Friends,
Untuk Fabi dan Disty

Maaf, aku tidak bermaksud untuk mengusik kehidupan kalian. Tapi aku hanya ingin bercerita. Mungkin ini adalah hal yang jarang aku lakukan pada kalian. Dan aku tahu, dulu kalian sangat mengharapkan ini. Begitu? Aku memang tidak pernah terbuka pada kalian. kini, saat kita berpisah aku malah ingin sekali berbicara tentang perasaanku. Konyol memang. Tapi aku menyesali akan sikapku pada kalian, dahulu.

Aku butuh kalian, sahabatku ...

Memang penyesalan akan selalu timbul belakangan. Hah, klise! Tapi begitulah hukumnya. Meski aku tidak tahu apa penyebab perpecahan persahabatan kita. Aku tahu, akulah penyebabnya. Aku yakin keegoisan dan gengsi besar yang aku miliki itulah penyebabnya. Aku egois membiarkanmu terluka membuatmu tak perduli padaku. Sehingga aku gengsi untuk sekedar meminta maaf atau menyapamu waktu itu, saat kita bertengkar. Namun, ada yang menjanggal dalam hatiku. Mungkinkah itu? Aku agak ragu. Pertengkaran kita saat itu hanya karena sebuah masalah kecil. Berawal dari permainan dan bercanda, bukan? Tapi tiba-tiba kalian marah padaku? Apakah pernyataan kalian marah padaku itu salah? Memang awalnya itu dugaanku, sehingga membuatku malas bila harus bertatapan dengan kalian, apalagi harus menyapa kalian. Dari sini, sudah jelas aku yang egois dan gengsian. Di satu sisi hati kecilku berkata, bahwa kalian sebenarnya tidak marah padaku. Sikapku itulah yang harus membuat kalian berbalik bersikap dingin dan tak perduli padaku. Ku rasa ada benarnya juga. Keegoisan itu yang membuat satu sama lain saling memanas. Tidak ada yang mau mengalah. Di satu sisi lainnya, aku pun agak ragu. Mungkinkah kalian benar-benar menganggapku sebagai sahabat?

Oke. Sejujurnya aku bingung dengan semua ini. Pertama, dulu sejak kelas 2 SD aku bersahabat dengan kamu, Fabi. Tiba-tiba kelas 4 SD kita bertengkar, hanya karena masalah yang sudag aku jelaskan di atas. Yang aku ingat saat itu kita sedang main petak-umpat, dan tiba-tiba kamu marah padaku. Mungkinkah karena obsesiku itu? Obsesiku yang selalu ingin menang dalam hal apapun. Ya, saat main petak-umpat denganmu dan teman-teman yang lain, aku sadar aku selalu ingin tak terkalahkan. Itukah sebab kau kesal padaku? Maaf, kalau memang aku suka tidak sadar diri. Cuma kamu yang tahu, Fab. Aku sudah jelaskan semuanya. Kedua, setelah aku saling sok tidak kenal pada Fabi, saat kelas 5 SD aku akrab dengan Disty. Kemana-mana selalu bersama. Berangkat sekolah, pulang sekolah, bermain, dan latihan Drumband bersama. Meski saat itu aku, Fabi dan Disty satu kelas. Hingga suatu hari saat kelas 6 SD, wali kelas kita memberi sebuah wafer untuk seluruh anak kelas. Aku mendapatkan wafer rasa coklat, sedangkan Disty mendapat wafer rasa vanilla. Aku suka vanilla, hingga mendorong keinginanku untuk bertukar dengan Disty. Tapi kamu menolak, Dis. Aku terima, meski sempat kecewa dan kamu pun jadi diam padaku. Dan hari itu aku iseng, ingin bercanda. Maka sengajalah aku menyolekkan isi tipe-x (corection fluid) ke tanganmu. Kamu balik membalas. Dan dari situ kamu mulai ngediemin aku. Aku minta maaf, tapi diacuhkan. Ya, jadi akupun malas menanggapi kamu lagi. Ketiga, kalian (Fabi dan Disty) mendadak jadi akrab padahal sebelumnya tidak. Aku sempat merasa dikhianati oleh kamu, Dis. Kamu kan tahu permasalah aku dengan Fabi. Tapi kamu malah menusukku dari belakang. Kamu sebut diriku ini pengkhianat dan teman makan teman. Maksudnya apa? Tapi, aku senang kalian bisa bersahabt hingga kini. Tapi itu aneh. Dua orang yang pernah dekat denganku, yang padahal sebelumnya tidak kenal dan dekat jadi bersahabat.
Saat kalian membaca ini mungkin kalian akan bilang bahwa aku hanya iri pada kalian. Iri? Memang. Kalau kalian mau tau jawabannya. Selama ini aku diam, bukan berarti aku tidak perduli. Bukan berarti aku tidak ingin bersahabatan kembali. Aku sangat ingin. Tapi kini kita seperti tidak saling kenal.

Aku ingin persahabatan kita tidak pecah ...

Maaf, aku jadi curhat terlalu jauh. Tapi yang sesungguhya ingin aku ceritakan adalah tulisan yang di bawah ini.




 Dari SD, awalnya kelas 1-2 memang tidak memiliki teman. Tapi semua itu berubah  saat kamu hadir, Fabi makhluk yang se-spesies denganku, saat kita sekelas di kelas 3. Kamu masih ingat, ketika kita pertama kali masuk kelas 1 SD, kamu adalah orang yang pertama kali menyapaku dari kelas 1 A, karena aku kan kelas 1 B. Dulu kita duduk di jendela kelas kosong yang tinggi sampai mau naik aja susah,saling ejek tanpa merasa tersinggung, sambil ngoceh ngalor ngidul, ngetawain kebodohan salah seorang cowok yang sering menggangu kita, cerita tentang band favorit kita UNGU, cerita tentang hobi, impian, masa kecil dan keluarga, dll. Paling berkesan sih saat-saat kita duduk cuma berdua di jendela kelas kosong yang belum benar-benar jadi. Dunia serasa milik kita berdua. Itu singgasana sekaligus markas kita! haha :D

Sejak kelas 3 aku memiliki banyak sahabat, sebut saja dengan nama asli. Ada Mutia, Uut, Putri, Charin, Selvy, Riskia, Ersa, dll pokoknya ada 13 orang. Kita sering main mama-papa. Karena aku saat itu aku tomboy, jadi aku menjadi papanya. *aneh bangetttt! aku gak terima!!* Mamanya Selvy, dan yang lainnya adalah sebagai anak. *eh busyeettt banyak amatt anaknya!* Suatu hari aku selingkuh dengan Uut. Jadi aku dikejar-kejar, dikeroyok, dan tubuhku ditiban. hingga terciptalah nama 'Papi Mencret' untukku. *Aduuhh..ga ada yang lebih bagus apa?* Ya, aku selalu punya banyak teman. Kemana-mana pasti diikutin. Aku berpikir mungkin penyebabnya karena aku selalu mendapat rangking antara 1-3 berturut-turut. Tapi tidak ah...

Di kelas 5 aku mulai punya geng baru tetap yang lama, tapi nambah yaitu, Disty dan adalagi yang lain. Ketemu sama Disty, kita ngakak setiap hari entah hal apa yg bikin aku selepas itu sama dia. Aku nyaman bareng dia walaupun cuma dua tahun (kurang). Selalu belajar bersama di rumah Disty, bercerita tentang sebuah lagu yang saat itu didengar dari D'cinamons yang judulnya "Selamanya Cinta", nyanyi-nyanyi lagunya Ungu, Samsons, Sheila on 7, Nidji, D'masiv dan D'cinamons di kelas, capek bareng karena latihan Drumband untuk lomba, hujan-hujanan, ngerasain takut saat liat Disty mimisan dan batuknya ada darahnya (meski itu sebenarnya cuma panas dalam), takut karena Disty punya masalah dengan paru-paru *yang selalu kamu ceritain ke aku, Dis*, menggenggam erat tangan Disty yang selalu basah dan pucat seperti wajahnya juga pucat, tertawa keras-keras setelah menjahili orang lain, saling iseng berebutan tipe-x, buku atau pulpen *pulpen gue banyak di elu!*, berenag bareng, dll.
 Ada pengalaman aneh sih. Ceritanya, Disty, si A, si B, dan si C menyambangi rumahku ingin bermain. Tapi mainnya aneh. Masa jadi mata-mata. Kita mata-matain cowok yang aku suka dan si C suka. Aneh banget kan yak? *Dis, masih inget ga?

Di dunia SMP, aku ketemu sama makhluk se-species denganku juga. Sebenarnya sih sudah saling kenal sejak SD cuma ga begitu akrab. Mulai suka foto-foto dan ketahuan deh bakat fotografiku. berbuat gila di jalanan sama TASO, N3SK yang selalu menganggap aku guru dan selalu minta diajarin soal pelajaran. ngempesin ban mobil bus yang parkir di pemasaran, pulang sekolah hujan-hujanan, ngomongin cewek jablay yang ada di sekolah, ngomongin cowok yang ganteng, sampai mengejek cowok yang kamseupay, alay bin ajaib, dll.

Kelas 8, ketemu kelompok aneh yang tidak pernah berhenti ngomongin cowok atau pacar. Selalu bangga dengan hp jadul yang dulu pernah dimiliki tapi tetap aja dibawa meski sudah punya yang baru. haha :D nyanyi lagi 'Jika' di kelas, dll.

Kelas 9, ketemu orang-orang yang tenar. Dari mulai statusnya sebagai ketua Osis, vokalis band, si lemot, si item, si cadel, si kriting, dan si ganteng playboy tapi sering dipanggil 'somplak'. Di tambah lagi duo upin-ipin yang selalu bikin keributan. Aku memang sering kumpul bareng 7 orang lainnya, ngerjain tugas matematika menjejerkan meja jadi sekelas itu semua jawabannya berasa dari satu sumber. Lebih tepatnya The Power of Class (Penguasa kelas) aku dan teman-temanku itu memang memiliki andil yang besar. Karena dominan dari kami adalah pengurus kelas.


Tapi sekarang sudah berbeda. Aku terjebak di lingkungan dan orang-orang baru yang 'jauh' dari jangkauanku. Meski banyak teman juga, tapi aku merasa tidak cocok dengan mereka. Mereka bukan spesiesku. Malah aku merasa tidak tenar seperti dulu, tidak sering jalan bergerombolan seperti dulu meski punya teman gerombol yang disebut 'Cisoka Pilar'. Malah mungkin aku tidak pernah (benar-benar) dianggap. Tidak ada teman SD, TASO, N3SK, teman kelas 8 dan teman kelas 9, kurang seru dan kurang rame. Terutama Fabi dan Disty, andai kita masih bersahabat. Karena bagiku masa-masa paling indah itu saat aku mengenal dan dekat dengan kalian. Aku merasa mengapa dulu menciptakan suatu kenangan manis begitu mudah hanya dengan cara sederhana. Semua telah berbeda, seiring dengan lingkungan yang berbeda. Jangan kalian pikir aku bahagia sekarang. Sama sekali tidak. Kalau pun aku senang, tapi begitu banyak tekanan yang terasa. Untuk itu aku selalu memilih menyendiri. Aku sendiri, selalu begini sekarang. Apa kalian merasakan hal yang sama? Aku harap sih tidak.

Saat ini aku butuh kalian, sahabatku. Aku butuh secercah cahaya untuk menerangi setiap langkahku agar aku tidak terjebak dalam belenggu kehidupan yang penuh dusta ini. Perjalanan hidup ini masih panjang. Akan banyak tikungan, kelokan, jalan curam, berlubang, tanjakan dan turunan. Mau kah kalian menjadi lilin-lilin hariku?



Dan yang gue pelajari saat ini adalah, ternyata kesederhanaan begitu banyak menyimpan makna yang berarti hingga begitu membekas di hati dan pikiran. Mungkin itulah yang disebut kenangan manis. Sesusah, sesenang, sesedih, dan seberat apapun masalah yang ada di hidup ini begitu berkesan dan berarti bila ada sahabat-sahabat yang begitu mengerti akan begitu indahnya kebahagiaan yang tercipta karena sesuatu yang sederhana.

Kali ini, gue harus alay deh. Gue kangen kaliannnnnnn!!! I love my bestfriend ever :* <3

#NB:  Fabi dan Disty adalah nama samaran

Comments

Popular posts from this blog

Saras 008 Pembela Kebajikan

Kontes Blog #PESAWATKERTASTERAKHIR : Teruntuk Kita yang Pernah Sedekat Nadi Sebelum Sejauh Matahari

RUGRATS : a 90's Cartoon