Aku Ingin Katakan, "Hai!" ... #2
Jum'at, 7 Februari 2014
Pukul 05.50
Pukul 05.50
Pagi-pagi sekali, aku sudah bergegas
menyusuri jalan. Namun dari kejauhan, aku melihat dirimu yang juga
sedang terburu-buru sama seperti diriku. Satu...dua...tiga...langkah
kakiku semakin cepat. Dan untuk langkah yang kesekian kalinya, kita
berjalan beriringan namun dengan jarak yang jauh. Pada detik yang
kesekian, kamu berhenti di ujung gang sambil memainkan handphonemu. Kamu
sempat melirik ke arahku, namun entah melihatku atau kesesuatu yang
kebetulan arahnya sama dengan keberadaanku. Lalu aku sengaja buang muka,
dan kamu pun kembali memainkan handphonemu. Aku tahu, kamu sedang
menunggu temanmu. Menunggu rasanya tidak enak bukan? Sangat membosankan.
Kamu terlihat sangat resah, berharap temanmu itu cepat datang, terlihat
dari wajahmu, aku tahu itu. Tapi aku terus berjalan hingga aku
melewatimu.
Entah apa yang aku pikirkan, tiba-tiba
saja laju langkahku semakin cepat. Berlalu begitu saja mendahuluimu. Ini
bukan perjalanan yang mudah. Kau tahu aku sedang menenteng tas jinjing
yang berisi laptop, kau lihat aku. Dan aku yakin, kamu pun tahu betapa
beratnya laptop itu. Ditambah lagi dengan adanya kegelisahan di hatiku.
Tapi aku tak perduli. Aku terus saja mempercepat laju langkahku, lalu
mendahuluimu melawan angin yang begitu kencang menghambatku. Aku tak
perduli. Rasanya jarum detik jam, berdetak sangat cepat sehingga
mempengaruhi laju jalanku. Sebenarnya, dalam hati, aku selalu berkata.
"Aku ingin kita seperti dulu.Tidak harus menjadi diam, bahkan pura-pura
tidak kenal". Lucu. Aku rasa Tuhan menertawai tingkah laku kita, yang
menjadi saling diam, pura-pura tidak kenal.
Di menit berikutnya, kamu tiba-tiba saja
datang, lalu duduk di sampingku. Aku tahu, yang sedang kita naiki ini
adalah mobil angkutan kota. Kendaraan umum. Ya, aku tahu itu. Tapi
melihatmu yang duduk di sampingku itu aneh bagiku. Entah bagaimana
denganmu. Rasanya, di sebelah sana masih kosong. Bahkan ada tempat
kosong, di pojok. Mungkin itu bisa kamu duduki agar bisa berjauhan
denganku, tak usah melihat wajahku. Tapi, itu terserah kamu saja. Namun
dengan adanya kamu di hadapanku, membuat nasibku sial. Aku jadi tidak
berani melihat ke sebelah kiriku, karena ada kamu. Aku takut kamu berpikiran
bahwa aku sedang melihatimu. Maka, kuputuskan untuk melihat ke depan
saja, memperhatikan jalan yang dilalui mobil ini. Dan itu berlangsung
sampai kamu turun dari angkot ini. Kau tahu? Leherku sangat pegal. Sudah dua kali aku melakukan ini, karena selalu satu anglkot denganmu. Aku
tahu rasanya aku bertingkah berlebihan. Mungkin benar kata orang. Aku
terlalu gengsi. GENGSI KEPADAMU, yang membuat aku tak mampu bicara di
hadapanmu setelah terjadi kesalahpahaman beberapa tahun lalu.
Seandainya, aku cepat-cepat mengucap maaf padamu, atau hanya berkata
"Hai.." kepadamu setelah ternyata semua yang terjadi di antara kita
hanyalah kesalahpahaman, mungkin tidak akan terjadi seperti ini. Dan aku ingat aku memiliki permen di kantongku. Aku ingin memberimu permen itu, sebagai awal pembicaraan kita. Tapi
aku tidak bisa. Aku terjebak dengan rasa gengsiku ini.
Andai saja, waktu bisa ku putar ...
Aku hanya ingin katakan ...
Tiga huruf.
H ... A ... I ...
Ya, aku hanya ingin mengatakan kata sederhana itu.
Kata itu begitu indah. Sangat bermakna. Tiga huruf yang bisa merubah segalanya.
Aku ingin katakan ...
"Hai..." diiringi senyum terbaikku.
Lalu kuucapkan kembali kata itu,
"Hai..."
Tapi tak mudah bagiku. Aku tak mampu mengatakannya.
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar. Komentar Anda sangat bermanfaat bagi saya. Dimohon untuk memakai bahasa yang sopan, tidak mengandung SARA. Terimakasih ^^