Kontes Blog #PESAWATKERTASTERAKHIR : Teruntuk Kita yang Pernah Sedekat Nadi Sebelum Sejauh Matahari


www.coffee-philia.blogspot.com


       
          "Dear, kamu yang merasa (pernah) menjadi sahabatku. Maaf, aku mengusik harimu lagi. Kali ini aku hanya ingin menuangkan rahasia hatiku tentang segala keresahan dan semua yang terjadi di antara kita. Apa kabar? Lama tak jumpa pun lama kata terpenjara. Di penjara oleh hati terperangkap gengsi ini kabarku tak pernah baik. Tapi tak usah hiraukan aku. Aku baik-baik saja. Aku ingin memecahkan kebekuan ini tuk mengembalikan alur waktu dan sejenak melepas rindu. Lewat ini mungkin kita bisa sejenak mensinergikan memori bernostalgia tentang kita yang pernah sedekat nadi sebelum sejauh matahari.

Ini rahasia hatiku, yang tak pernah diketahui orang lain. Kita bertemu tanpa sengaja. Berkenalan, menjalin sebuah pertemanan, semakin dekat dan tanpa sadar kita menjadi sahabat. Aku tak pernah bisa tahu apa yang kamu sedang pikirkan, dan aku tak bisa memahami hatiku. Mengenai takdir yang berkata kita bisa sedekat nadi ; sebagaimana nyatanya manusia tak hidup bila nadi tak berdenyut, aku tak pernah mempredikisikan begitu. Kita yang berbeda karakter, tak mungkin bisa menyatu. Tapi nyatanya kita sedekat nadi, meskipun hanya pernah. Aku tak tahu takdir mengatakan bahwa kita akan berteman, meski kini telah menjadi mantan. Mantan sahabat. Huh! Apa ada yang namanya mantan sahabat? Mantan teman? Mantan sahabat, ku kira ada. Ya, mungkin seperti kita ini. Dulu kita dekat, kini kita saling jauh-jauhan. Kalau mantan teman? Ku yakin mustahil. Sebab bukannya kita kenal dengan seseorang, meski tidak begitu dekat namun tetap disebut teman. Teman ya tetap teman. Lalu apa bedanya dengan kita? Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi pada kita sehingga membuat logika dan hati kita tidak bisa berfungsi sebagaimana manusia menggunakan hati dan logikanya. Kita jauh-jauhan, tapi tak mengerti apa penyebabnya. Kau bilang itu, ku bilang ini. Sampai kapan kita harus tutup mata dan tutup telinga seperti ini? Kita berpisah tanpa ada kata perpisahan dan tanpa sebab. Perpisahan yang menyakitkan adalah perpisahan yang tak terucap dan tak beralasan. Aku yakin kamu menyadari itu. Dulu kita berjarak tanpa sebab. Aku merasa kamu tak seperti yang kukenal. Sikapmu yang lain, membuat aku menjauh hingga kamu pun ikut menjauh. Kita sama-sama menyadari ada yang aneh, namun kita tak pernah berani untuk meluruskannya. Aku dalam diamku, begitupun dengan kamu. Aku tahu kamu pernah mencoba ingin memperbaiki hubungan persahabatan kita yang merenggang, tapi bodohnya aku tak mengerti apa maksud dan maumu. Aku ingin memperbaiki persahabatan kita, tapi memang benar apa katamu. Aku munafik, apa yang aku bicarakan tak sesuai pada kenyataannya. Nyatanya, aku masih tetap dalam diamku. 

Kurang lebih 8 tahun sudah kita menjauh, dan kita belum baik seperti dahulu. Kita merindu dalam hening, mungkin saling mendo’akan masing-masing. Juga mungkin saling bicara dalam hati, meratap luka. Menikmati diam, seolah tak ada apa-apa. Kamu dengan duniamu, begitupun denganku. Kita saling berhadap, namun berlaku tak pernah mengenal.  Sendiri menikmati siksaan rindu, menunggu waktu yang siap menjagal. Kita tenggelam pada kenangan masa, jatuh teramat dalam merasakan rindunya. Kita membeku, dalam jeratan sang waktu yang tertawa. Dingin. Tak mampu berucap, tak tahu harus berbuat apa. Hanya ingin menghela napas ; semua akan baik-baik saja. Kita menghitung waktu, berpura tak ada yang salah. Mungkin waktu yang bermasalah. Memasang wajah palsu berpura suka, padahal rasa sudah tak biasa. Kita terbiasa bersikap seperti itu selama 8 tahun.
        Kini kita tak pernah bertemu, aku masih merindumu. Aku rindu duduk di jendela bersamamu. Aku rindu main petak umpat, lompat tali, bersepeda dan permainan tradisional lainnya yang pernah kita mainkan bersama. Aku merindukan kita yang saling mengejek. Aku rindu ketika kamu merebut makananku yang berada di tangan, dan memasukkan tanganku ke dalam mulutmu. Aku rindu ketika kita berebut penghapus pena. Aku rindu ketika kamu menarik-narik tanganku, memaksa untuk menjadi petugas upacara di sekolah sebagai protokol. Aku rindu berada dalam satu naungan payung ketika hujan. Aku rindu berlari di bawah hujan bersamamu. Aku rindu menertawai tingkah konyol kita. Aku rindu saat kita menyanyikan lagu milik D'cinamons Selamanya Cinta, menyanyikan lagu Ungu Cinta Dalam Hati dan menyanyikan lagu milik band Samsons Kenangan Terindah. Aku rindu semua kenangan antara aku dan kamu. Andai waktu bisa terulang kembali, aku tak ingin kebodohanku terjadi. Aku berharap Tuhan akan menyatukan kita kembali. Namun, apa daya bila harapan saja tanpa diiringi usaha. Bodoh. Mengapa aku tak pernah sadar bahwa kamu juga tak ingin kehilanganku? Saat untuk pertama kalinya kita saling jauh, aku kira kamu marah padaku hingga seorang teman menghampiriku. Ia bilang, kamu khawatir padaku. Kamu takut aku marah padamu. Seketika aku tercengang, aku pikir kamu yang marah padaku ternyata kamu hanya sedih karena kakekmu sedang sakit sebab itu kamu murung dan seakan menjauh dariku. Hanya karena salah paham, aku justru menjauhimu. Mengapa aku selalu bersikap bodoh? Mengapa aku tak pernah peka? Mengapa aku harus malu untuk sekedar menanyakan keadaanmu? Mengapa aku tak pernah bisa memberikan bahuku untukmu? Aku menyesal, aku bukan sahabat yang baik untukmu. Bukan sekali atau dua kali kejadiannya seperti itu. Kita sering saling menjauh karena salah paham, aku pikir kamu yang marah dan kamu pikir aku yang marah. Kamu selalu mencoba memperbaiki persahabatan kita, entah itu mengajak belajar bersama atau bermain. Kamu memang baik untukku, itu sebabnya tak pernah ada satupun orang yang bisa menggantikanmu. Sejak kita berpisah, aku tak lagi memiliki sahabat. Bagiku tak ada yang sepertimu. Aku tak bisa lagi percaya pada orang lain, itu sebabnya aku selalu memilih menyendiri padahal banyak orang yang mengajakku untuk pergi bermain, makan atau jalan-jalan. Namun sayang, aku tak baik untukmu. Memiliki sahabat sepertimu, bagaikan aku bisa hidup 1000 tahun lagi. Bersamamu aku tak takut menghadapi dunia. Bersamamu aku merasa tenang, damai, tentram dan bahagia. Kehilanganmu rasanya nyawaku hilang setengah. Aku hancur, aku rapuh.

Oh ya, aku selalu teringat kamu sering menabrak bahuku ketika kita saling berhadapan. Mengapa? Aku tak paham. Apa itu sebuah kode untukku? Aku ingin kita bicara. Inginku mengucapkan sesuatu. Tapi kata itu tak pernah terkeluarkan dari bibirku. Ada baiknya, kita sejenak meluangkan waktu untuk hati dan logika. Memahami tentang perasaan apa yang sebenarnya kita rasa. Memantik hati dan ingatan untuk kembali mensinergikan memori, memutar alur waktu yang sempat terlewati atau bahkan waktu yang sempat berhenti. Kini...aku sadar satu kata yang terlupakan olehku kala itu. Yang hingga kini tak pernah terucapkan olehku untuk mu, untuk waktu yang terbuang sia-sia. Kata itu adalah MAAF. Itukah yang kamu tunggu dari bibirku? Atau ada hal lain yang tersembunyi di hatimu. Aku butuh waktu untuk duduk bersamamu. Mensinergikan hati dan logika kita. Mungkin memang tidak ada yang bisa sama seperti semula, tapi kita bisa mencoba untuk mengembalikan waktu perbaiki semua. Kuharap kita bisa menjalin persahabatan kembali."

Postingan ini di tulis untuk mengikuti Kontes Blog Pesawat Terakhir yang diselenggarakan oleh @Loveableous dan @agnesdavonar


Comments

Popular posts from this blog

Saras 008 Pembela Kebajikan

RUGRATS : a 90's Cartoon