Apa Kabar?

Apa kabar?

Apakah kamu baik-baik saja?

Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu sangat biasa. Namun kurang lebih sudah 25% hari dari 365 hari yang ada, kamu yang kukenal dulu sudah jauh berbeda. Kamu bersembunyi dari ‘dirimu’ yang dahulu. Tidak, katamu kamu tidak berbeda hanya dirimu yang asli sedang kamu tunjukkan kepadaku.

Apa dunia masih sejahat itu bagimu? Apa aku setega itu kepadamu? Apa kamu masih besikeras mendorong jauh orang yang amat sangat peduli padamu? Apa kamu tetap berpikiran aku masih berpura-pura kepadamu? Atau kamu memang benar-benar sudah tidak mau ada keterikatan dengan orang lain? Seperti katamu, semua orang bisa berkhianat. Karena menurutmu, sendiri lebih aman; untuk hatimu dan hati orang lain.

Aku masih ingat hari terakhir dimana kita pergi berdua dengan segala carut marut hati dan pikiran masing-masing. Aku menemanimu dan kamu rela mengantarkan aku ke jejak masa lalu masa kecilku. Di hari itu aku mulai mengenal banyak tentang dirimu, meski masih banyak pertanyaan yang belum terjawab tentang dirimu. Kamu bercerita tentang keluargamu, keluh-kesahmu dan tidak pernah lupa dengan ‘guyonan’mu serta segala kelakuan anehmu yang selalu membuatku tertawa.

“Semoga kita tetap dekat dan akrab seperti ini selamanya, ya.” Katamu.

Dan beberapa waktu lalu aku berani mengutarakan gelisahku kepadamu. Kamu berubah. Kamu bersikukuh bahwa tidak ada yang berubah darimu. Aku melihat sosokmu yang asli, bukan? Tidak, ya tidak sepenuhnya katamu aku benarkan. Menurutku, ada yang sedang kamu tutupi dariku. Sendu matamu, binar yang terpancarkan, getaran tatapannya, menandakan kamu tidak pernah baik-baik saja. Itu sebabnya kamu melarangku untuk menatap matamu, bukan? Ada luka yang kamu balut dengan keceriaan yang selama ini kamu tunjukkan.

“Aku sedang berada di fase titik terbawah. Biarkan aku menikmati ‘momen terjatuh’ku.”, lirihmu.

Percakapan terakhir denganmu beberapa waktu lalu ketika kita masih sedekat nadi, seoalah mengisyaratkan hal buruk akan terjadi. Aku mengamati di balik punggumu yang berlalu melewatiku, aku bergumam; firasatku mengatakan, mungkin kamu akan menghilang,  tidak akan ada lagi cerita-ceritamu, canda-tawamu, tingkah anehmu, dan ‘laporan-laporan’mu tentang segala hal.
 “Mengapa kita bisa sedekat ini ya?”
“Takdir Tuhan?”
“Menurutku, masing-masing dari kita memiliki frekuensinya masing-masing. Karena frekuensi yang kita pancarkan tersebut, bisa menarik atau mengikat seseorang untuk masuk ke dalam hidup kita.”
“Berat ya?”
“Lebih sederhananya, orang yang di dekatmu ya bagaimana dirimu saat ini. Semesta punya peran besar.”
“Seseorang yang datang di kehidupan kita memiliki tugas dan tujuannya masing-masing, sampai Tuhan bilang urusannya selesai.”

Dan yang terjadi saat ini, aku tidak mengerti. Apa ‘hilang’nya dirimu ini mengartikan kamu masih menikmati momen itu atau memang aku membuatmu sulit? Atau kamu tidak menginginkan hadirku? Karena aku melihat semua lemahmu melalui kedua mata sendu yang sedari awal kamu tunjukkan.

Maaf, jika aku menambah rasa bersalahmu dengan membagi kehidupan kelam yang aku lalui. Tidak seharusnya kulakukan itu di saat mungkin kamu sedang terjatuh. Aku menyesal.

Maaf, jika aku terus mengusik dengan membagi semua canda dan kisahku beberapa waktu lalu. Mungkin kamu merasa jijik? Maaf aku yang tidak mengerti keaadaanmu. Aku ingat kamu pernah memintaku bersabar dengan orang sepertimu. Meski aku sadar, ternyata semua orang kamu anggap teman.

Tidak seharusnya aku membiarkan kamu masuk ke dalam hidupku, di saat aku masih terluka. Percuma saja, bukan? Kamu justru akan menjadi pelampiasanku untuk berharap lupa pada luka. Terimakasih sudah datang, karenamu aku bisa lupa dan luka itu pun perlahan sembuh. Walau aku tahu, pada akhirnya kamu yang terluka.

Andai, kita bertemu di saat tidak ada satu pun dari kita yang memiliki luka. Hidup itu lucu ya? Semesta mempertemukan dua orang yang mungkin saja sedang terluka. Kupikir ini belum usai...

Terlebih...aku rindu. Rindu kita yang dulu.

Untuk kesekian kali,
Kamu apa kabar?
Are you okay?

Maret, 2020
Alfi Aisyah

Comments

Popular posts from this blog

Saras 008 Pembela Kebajikan

Kontes Blog #PESAWATKERTASTERAKHIR : Teruntuk Kita yang Pernah Sedekat Nadi Sebelum Sejauh Matahari

RUGRATS : a 90's Cartoon