The Two of Us : Seringnya

Aku merasa seperti ada ikatan di antara kita. Matamu saat bertatapan, bahasa tubuhmu saat duduk bersamaku; seolah saling mengikat. Aku merasa seperti ada ikatan batin terhadapmu; mengetahui isi hatimu dan apa yang ada dipikiranmu. Aku seperti lebih mengenalmu jauh dari masa pertemuan yang terbilang baru dan singkat ini. Entah aku yang terlalu percaya diri, atau nyatanya memang begitu.

Aku ingin lebih dekat denganmu. Namun mengapa waktu terasa amat lama. Berbeda dengan ketika aku mengenal lainnya yang bisa langsung akrab meski melalui proses yang panjang. Waktu seakan enggan berputar pada pertemuan kita. Aku dan kamu, masih saja seperti yang dulu. Tak bisa lebih akrab. Banyak kata yang tak mampu kusampaikan, seringnya tenggelam karena mungkin tak sepikiran. Seringnya kamu tidak mengerti maksudku, atau aku juga yang tidak mengerti kamu? Seringnya aku yang harus memulai lebih dulu padahal kamu tau aku merupakan pribadi yang tak banyak bicara dan sedikit tertutup dibandingkan denganmu.

Duduk berdua bersamamu membuatku merasa nyaman meski sunyi menyelimuti. Meskipun ada banyak rasa yang bergejolak, ada banyak kata yang ingin kusampaikan. Aku tak mengerti, mengapa kamu menjadi pendiam saat bersamaku? Mungkin kamu merasa segan atau canggung, atau mungkin kamu tidak tau cara menyikapiku; yang aneh, introvert, tidak banyak bicara, yang hanya berani di medsos. Apa dayaku yang tidak pernah bisa langsung dekat dengan orang-orang baru, kamu tau aku sulit adaptasi. Aku tak tau harus bagaimana. Inginku memulai lebih dulu, namun sering kali lidahku kelu dan otakku tidak bisa memikirkan kata-kata yang harus kuucapkan untuk memulai percakapan duluan. Lucunya, setiap ku berhasil menemukan kata tersebut, justru kamu jadi banyak bicara. Jadi, maunya apa? Aku tak bisa sering-sering memulai percakapan lebih dulu. Seringnya orang lain yang memulai lebih dulu dan aku akan menanggapinya meski di awal-awal akan canggung, tapi lama-lama akan jadi akrab. Seperti orang-orang dekat yang ada di sekelilingku, sebelum jadi dekat seperti ini mereka lebih aktif mendekatiku hingga aku merasa nyaman untuk bersenda gurau. Kamu lihatkan betapa akrabnya aku dengan mereka? Entah mengapa kita tidak bisa seperti itu meski sudah lumayan lama kenal dan sering chat di medsos. Aku tau, bukan akrab di medsos yang diinginkan. Maaf bukan maksudku untuk memaksamu seperti itu, semuanya ada dipilihanmu. Apa mungkin lebih baik kita seperti ini saja? Menikmati berbagai macam rasa dalam diam, bermain dalam pikiran sendiri ketika sedang berasama atau tak usah saling perduli. Aku tak tau, aku pasrah.

Aku bosan menunggu kamu yang berbicara duluan. Aku bosan memutar otak demi bisa berbicara padamu. Aku bosan menunggu chat darimu pun bosan menatapi medsosmu. Aku bukan pribadi yang hobi mengirimi pesan atau chat pada orang lain yang tidak dekat denganku, aku hanya mau chatting dengan orang yang menurutku dekat dan membuatku nyaman. Mengapa rasa ini bisa begitu besar terhadapmu? Mengapa aku bisa tiba-tiba selalu memikirkanmu? Mengapa kamu selalu meneriakkan atau memanggil namaku tapi setelah kutanggapi kamu hanya mesam-mesem, ketawa tidak jelas? Banyak dari tingkahmu yang tidak aku pahami, mungkin banyak hal yang tersirat yang tidak aku pahami. Entah hati ini seolah menyiratkan bahwa aku menyayangimu, aku jatuh hati pada kepribadianmu. Hanya dengan bisa melihat wajahmu bisa membuatku merasa senang. Aku merasa bodoh bisa bertingkah seperti itu.

Kadang aku menyesal bisa menyimpan rasa ini. Mungkin bila kejadian itu tidak pernah terjadi, mungkin aku tak akan seperti ini. Karena semua ini terjadi setelah kejadian itu. Seandainya aku tak menolongmu waktu itu, mungkin rasa itu tidak pernah ada. Aku tetaplah aku yang cuek dan tidak mengenalmu. Inginku menyerah. Inginku menyepi, mengutuki diri yang tidak pernah bisa terbuka kepadamu. Aku telah mencoba untuk akrab denganmu tapi lebih sering saling merasa canggung. Kita tak sepaham, kita tak sejalan, tak usah dipaksakan. Biar saja aku yang menyimpan rasa ini, biarkan kusimpan dalam diam dan berbaur dengan sepi. Mungkin saatnya aku melupakan dan membiarkan waktu yang akan menjawab semua.

Inilah aku dengan segala keterbatasanku. Inilah aku dan blogku; separuh duniaku yang aku publikasikan. Inilah tempat curhatku, yang lebih sering kujadikan bahan pelampiasan ketika tidak menemui orang yang tepat untuk berbagi. Maunya sih, kamu. Memang tak semua hal bisa aku bagi disini, masih ada batas dan sensornya. Dan belum tentu semua isi yang ada disini itu tentang kisah pribadiku.

Comments

Popular posts from this blog

Saras 008 Pembela Kebajikan

Kontes Blog #PESAWATKERTASTERAKHIR : Teruntuk Kita yang Pernah Sedekat Nadi Sebelum Sejauh Matahari

RUGRATS : a 90's Cartoon