The Two of Us : Dua Kutub
Ini kisah tentang aku dan kamu. Sekedar kata-kata, yang tak ku ketahui ujungnya. Serentetan uneg-unegku tentang kita.
Aku, kamu. Dua pribadi yang entah mengapa dipertemukan, dipisahkan, lalu dipertemukan kembali. Kita tahu setiap ada pertemuan pasti akan ada perpisahan untuk kemungkinan dipertemukan lagi. Mungkin ini sebuah takdir atau mungkin ada alasan lain di balik semua ini. Mungkin memang kita sengaja dipertemukan untuk kemudian dipersatukan. Mungkin kita diinginkan untuk menjadi dekat, akrab satu sama lain. Bukan untuk sekedar saling melempar senyum atau mengucap kata "hey!" apalagi saling menepuk pundak ketika bertemu, melainkan banyak hal lain yang bisa dilakukan. Bukan sekedar membahas hal-hal remeh yang dijadikan alibi untuk basa-basi, bukan hanya banyak bicara ketika di medsos, tetapi bisa lebih terbuka dan membicarakan hal lain di luar dugaan. Bukan untuk sibuk dengan dunia sendiri saat kita sedang bersama, tetapi bisa untuk membaginya satu sama lain. Aku yakin semua itu ada alasannya, meskipun saat ini jalan itu belum terbuka. Waktu akan menjawab semua.
Ya, saat ini kita sedang berpacu dengan waktu, memainkan semua skenario yang kita tidak pernah tahu akhirnya akan seperti apa. Kalau kita bertanya sudah berapa lama kita kenal? Jawabnya ya jelas sudah hampir satu tahun belakangan ini. Tapi kalau ditanya apa kita dekat? Jawabannya tidak. Aku memang mengenal namamu dan sedikit mengenali pribadimu serta rahasia-rahasiamu. Begitu pun denganmu yang mengenal namaku, tapi aku tidak yakin kamu mengenal betul siapa diriku, sebab aku yang tertutup. Kubilang, aku tahu rahasiamu. Ya, sedikit yang kutahu. Itu pun karena kamu yang cerita, lebih tepatnya tidak sengaja menceritakannya padaku. Meskipun begitu, aku tak merasa akrab denganmu. Aku sering kehilangan banyak kata ketika harus berhadapan denganmu, maka dari itu aku lebih memilih diam. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan saat bersamamu untuk mengisi sepi di antara kita. Aku lebih memilih mengalah, menunggu kamu yang memulai terlebih dulu agar aku tahu kamu orang yang seperti apa, arah bicaramu kemana dan menebak apa yang sebenarnya ada di kepala dan di hatimu. Aku ingin orang lain yang memulai lebih dulu agar aku yakin dan merasa nyaman untuk memulai obrolan. Terkesan memaksa. Tapi aku harus bagaimana? Mungkin ini adalah sifatku yang sulit diubah. Sudah kucoba untuk berubah, namun kecil perubahannya. Kamu pun sudah bosan berharap dan bosan meminta aku untuk berubah, tidak tertutup dan kaku lagi, namun hasilnya tidak ada, aku masih saja seperti itu terutama terhadapmu. Seringnya banyak orang pun tak memahami dan tidak bisa bagaimana menghadapi orang seperti aku. Begitu pun dengan kamu. Padahal, aku sih open minded saja. Jujur, dalam hati aku selalu berharap kamu bisa lebih memahamiku dengan kamu yang memulai segala sesuatunya lebih dulu, misalnya menyapaku duluan, mengajakku bicara dan lain sebagainya. Dan aku berharap kamu bisa menjadi diri sendiri walau saat bersamaku, karena aku tahu seringkali kamu bukanlah dirimu yang sebenarnya ketika bersamaku. Aku tidak mengerti mau kamu apa? Yang bisa kulihat, ada sedikit rasa segan dan sungkan dari tatapanmu. Aku tahu sesekali kamu menggodaku dan mengajakku untuk bercanda. Namun sayangnya aku belum leluasa, benar katamu aku masih saja kaku terhadapmu .
Tapi agaknya aku pesimis akan kita. Aku dan kamu adalah dua kutub yang tidak bisa saling menyatu. Aku tidak tahu mengapa, mungkin karena kita berbeda kepribadian. Aku introvert, kamu ekstrovert. Kita tidak pernah sepemikiran, tak sepaham, kita tidak pernah bisa bersatu, terlalu banyak perbedaan yang menghalangi kita. Mungkin tidak akan pernah ada kita. Karena aku menyadari sepertinya sulit membuat kita bersatu. Bahkan detik ini saja aku masih merasakan tidak adanya perubahan dari kita, bahkan mungkin sekarang kita semakin jauh. Maaf membuatmu repot, maaf dengan sifat pendiamku yang keterlaluan ini. Aku ingin menyerah, tapi tidak bisa. Semakin aku mencoba untuk menjauhimu, semakin aku perduli padamu. Maaf seringkali aku tidak mencarimu, padahal kamu sering mencariku, dan mungkin kamu tidak tahu bahwa sesungguhnya aku juga mencari kamu, namun saja aku tutupi dan aku enggan mengatakannya padamu. Belakangan kamu pun mulai menjauh, kamu tak lagi mencariku, aku merasa kehilanganmu ingin rasanya kukatakan padamu namun kusimpan diam-diam. Apa keputusanku ini benar? Apa aku harus terus seperti ini? Tak bisa jujur padamu, kaku, tidak terbuka. Maaf aku mungkin kurang peka. Mungkinkah dua kutub ini bisa menyatu?
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar. Komentar Anda sangat bermanfaat bagi saya. Dimohon untuk memakai bahasa yang sopan, tidak mengandung SARA. Terimakasih ^^