Dear Mozaic Friends (Sahabat yang Pernah Ada Dalam Hidupku)
Aku membalikkan wajahku dari tatapan mereka. Jatuh setetes dua tetes air bening dari mataku. Aku merasa ada yang lain. Aku merasa ada sosok yang aku katakan kawan, yang kini tatapannya menjadi lawan. Ia merasa atau tidak tentang apa yang aku pikir tentang dirinya. Aku tak tahu. Yang pasti aku lelah jadi bahan penyalur kemarahannya. Setiap kali tatapannya berubah. Ia kawan bagiku, aku selalu merelakan apa yang seharusnya diberikan seorang sahabat kepada sahabatnya sendiri. Tapi apakah dia merasakan itu juga? Apapun yang ia lakukan, aku sangat berterimakasih padanya. Karenanya, ingatanku kembali. Ingatan tentang apa, siapa, dan bagaimana sahabat-sahabatku dulu memperlakukan aku. Aku ingat ketika mereka bersedia memberikan bahu untukku menangis, menyediakan telinga untuk mendengar setiap keluh kesah yang aku rasakan. Tapi aku selalu menolak. Mungkin dulu karena aku terlalu egois. Aku terlalu gengsi untuk terlihat lemah di depan sahabat-sahabatku sendiri. Mungkin itulah sebab perpecahan