Satu Kata Yang Tertunda
Inginku mengucapkan sesuatu. Tapi kata itu tak pernah terkeluarkan dari bibirku.
Teruntuk, kita yang sejauh matahari namun dulu pernah sedekat nadi.
Apa kabar? Lama tak jumpa pun lama kata terpenjara. Di penjara oleh hati terperangkap gengsi ini kabarku tak pernah baik. Tapi tak usah hiraukan aku. Aku baik-baik saja. Aku ingin memecahkan kebekuan ini tuk mengembalikan alur waktu dan sejenak melepas rindu. Lewat surat dunia maya ini mungkin kita bisa sejenak mensinergikan memori bernostalgia tentang kita yang pernah sedekat nadi sebelum sejauh matahari.
Aku tak pernah bisa tahu apa yang kamu sedang pikirkan, dan aku tak bisa memahami hatiku. Mengenai takdir yang berkata kita bisa sedekat nadi ; sebagaimana nyatanya manusia tak hidup bila nadi tak berdenyut, aku tak pernah mempredikisikan begitu. Kita yang berbeda karakter, tak mungkin bisa menyatu. Tapi nyatanya kita sedekat nadi, meskipun hanya pernah. Aku tak tahu takdir mengatakan bahwa kita akan berteman, meski kini telah menjadi mantan. Mantan sahabat. Huh! Apa ada yang namanya mantan sahabat? Mantan teman? Mantan sahabat, ku kira ada. Ya, mungkin seperti kita ini. Dulu kita dekat, kini kita saling jauh-jauhan. Kalau mantan teman? Ku yakin mustahil. Sebab bukannya kita kenal dengan seseorang, meski tidak begitu dekat namun tetap disebut teman. Teman ya tetap teman. Lalu apa bedanya dengan kita? Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi pada kita sehingga membuat logika dan hati kita tidak bisa berfungsi sebagaimana manusia menggunakan hati dan logikanya. Kita jauh-jauhan, tapi tak mengerti apa penyebabnya. Kau bilang itu, ku bilang ini. Sampai kapan kita harus tutup mata dan tutup telinga seperti ini?
Ada baiknya, kita sejenak meluangkan waktu untuk hati dan logika. Memahami tentang perasaan apa yang sebenarnya kita rasa. Memantik hati dan ingatan untuk kembali mensinergikan memori, memutar alur waktu yang sempat terlewati atau bahkan waktu yang sempat berhenti.
Kini...aku sadar satu kata yang terlupakan olehku kala itu. Yang hingga kini tak pernah terucapkan olehku untuk mu, untuk waktu yang terbuang sia-sia. Kata itu adalah MAAF. Itukah yang kamu tunggu dari bibirku? Atau ada hal lain yang tersembunyi di hatimu. Aku butuh waktu untuk duduk bersamamu. Mensinergikan hati dan logika kita. Mungkin memang tidak ada yang bisa sama seperti semula, tapi kita bisa mencoba untuk mengembalikan waktu perbaiki semua.
Comments
Post a Comment
Silahkan berkomentar. Komentar Anda sangat bermanfaat bagi saya. Dimohon untuk memakai bahasa yang sopan, tidak mengandung SARA. Terimakasih ^^