Masa Itu Pernah Ada ...

Semangkuk es krim masih berada di hadapanku. Masih beku, belum mencair. Keindahan warna-warni, yang kusebut es krim pelangi itu menggodaku untuk segera menyantapnya. Namun ... Suara renyah tawa anak kecil membuatku menahan sesendok es krim yang akan berlabuh di pintu mulutku. Ah .. Suara gemericik air hujan menggugahku untuk menikmati keindahan suaranya. Anak-anak kecil berlarian bermain dengan hujan. Kepala-kepala berwajah polos dan lugu menenggak ke atas seraya berteriak, "Hujan .. Ule ule hujan gede..". Anak-anak kecil dengan tingkahnya yang menggemaskan tertawa riang, berlari, bergerak bebas, seolah tanpa beban dan dunia ini hanya milik mereka. Seru! Ingin sekali ikut, namun aku enggan. Aku sudah beranjak remaja, tidak mungkin aku bertingkah seperti mereka. Aku menatap kembali semangkuk es krim pelangi di hadapanku. Ah! Ternyata hanya ilusi semata. Toh, saat ini sudah Maghrib dan watuknya berbuka puasa. Lagi pula tidak ada hujan di luar sana.

Sesendok es krim pun sudah berlabuh di mulutku. Dingin. Tiba-tiba pecah menjadi berbagai rasa. Manis. Kecut. Pahit. Namun nikmat. Percampuran berbagai rasa yang menghasilkan kelezatan luar biasa. Rasa yang berbeda-beda itu bercampuran dan saling melengkapi satu sama lain. Ku tatap ke luar rumah, menjelajah setiap orang yang hilir mudik dari masjid. Langit malam ... Oh sungguh menakjubkan. Cerah. Perpaduan antara cahaya bulan yang bulat penuh dengan kerlap-kerlip bintang yang mencoba mereka. Napasku naik turun. Hembusan napas panjang yang terasa menenangkan batinku. Dadaku naik turun. Mataku melihat seorang anak kecil sedang bermain manja dengan ibundanya. Di sebuah bangku halaman, anak kecil itu merebahkan diri dipangkuan sang ibunda. Jari-jari kecilnya terus menunjuk ke arah langit luas. 1...2...3... "Ah, kenapa setiap dihitung jumlah bintangnya tidak sama?" tanya sang anak dengan polos. Ibundanya hanya tersenyum, mengusap rambut sang anak. Tatapan mata dan sentuhan lembut belaian kasih bunda seolah membiarkan sang anak belajar sendiri dengan pengalamannya dan pola pikir yang suatu saat akan mengerti sendiri. Bahasa tubuh seorang Bunda memang menunjukkan kebijaksanaannya dan tulus kasih sayang yang ia miliki. Aku menggelengkan kepala. Langit malam ini memang indah, berhiaskan cahaya bulan penuh dan bintang-bintang. Namun nyatanya, saat aku sedang sendirian. Mama sedang bersiap-siap menuju masjid.

Lama-lama aku jadi keingat masa kecilku. Semua cerita tentang hujan, tentang bintang, hanyalah kenangan masa kecilku yang dulu pernah ada untuk aku lewati dan merasakan betapa indahnya masa kecil. Kalau diingat-ingat banyak juga kenangan waktu kecil. Dalam waktu semalam mungkin aku tidak akan bisa menuliskannya secara detil.

Hmm ... Ketika aku masih kecil, ada jajanan yang begitu membekas di hati dan tentunya ingatan. Seorang pedagang dengan memangkul kotak dagangannya sambil memutar sebuah kincir pesawat yang kira-kira bunyinya "treekkk...treekkk..treeekkk". Abang donat! Setiap pedagang tersebut lewat seketika jalanan penuh dengan anak-anak kecil. Donat salju! Ya, donat yang ditaburi gula tepung. Aku sebut salju. Dan setiap memakannya, hanya dijilati salju atau gulanya saja. Ada juga pedagang yang serupa. Hanya saja, ia berjualan 'Cangcimen' atau Kacang, Kuaci dan Permen. Ada abang sulap juga yang selalu membawa dua kotak di bahunya yang diangkat menggunakan sebuah tongkat. Dengan bermodalkan gula, pedagang tersebut mampu menghipnotis anak-anak kecil yang membawa uang recehan. Ya, gula yang tadinya putih bisa menjadi pink dan berbentuk seperti kapas. Sebab itu disebut abang sulap. Selain permen kapas atau cotton candy, pedagang tersebut juga menjual gulali dengan berbagai bentuk seperti dot, bunga, ayam, dll. Yang paling laris yaitu balon dari gulali. Siapa yang bisa meniup gulali tersebut sampai menjadi balon besar, maka akan dikasih hadiah gulali berbentuk cerutu popeye. Ada juga rambut nenek. Dan ada satu lagi pedagang yang memiliki ciri khas penjualan yaitu Telor Emen, telur yang dicetak kecil-kecil. Pedagang tersebut menjajakan jualannya dengan ciri bunyi "tek tek tek" dan teriakan "Telor emen.." yang khas seperti penjual minyak tanah. Haha. Sayangnya pedagang yang seperti itu sudah jarang ditemukan.

Namun kenangan itu masih aku ingat. Aku selalu tersenyum ketika melihat wajah-wajah anak kecil bermain dengan ceria, tawa riangnya yang khas. Terkadang aku ingin kembali merasakan masa kecilku yang sudah lalu itu. Terutama melihat sekumpulan anak kecil bermain permainan sederhana seperti galaxy, petak umpat, lompat tali, congklak, batu tujuh, damprak, bola kasti, gatrik, dll. Aku sangat senang melihatnya. Sampai-sampai, aku yang pendiam ini terkadang terpanggil jiwa kekanak-kanakannya dan ikut bergabung dengan mereka. Masa itu pernah ada, dan aku sangat menyukainya. Berhubung sekarang tanggal 23 Juli, aku ingin mengucapkan "SELAMAT HARI ANAK INDONESIA". Budayakan permainan sederhana anak dan lindungi jajanan anak yang sehat dan berkualitas.

Santap es krim ah ...

Comments

Popular posts from this blog

Saras 008 Pembela Kebajikan

Kontes Blog #PESAWATKERTASTERAKHIR : Teruntuk Kita yang Pernah Sedekat Nadi Sebelum Sejauh Matahari

RUGRATS : a 90's Cartoon